Oleh: Djoko Iriandono, S.E., M.A.*)
Sebagai sesorang yang terlahir dan dibesarkan di Pulau Jawa, Penulis sering mendengar pepatah Jawa yang diucapkan oleh guru bahasa Jawa ketika mengajar di depan kelas. Pepatah-pepatah itu antara lain seperti yang telah Penulis uraikan pada artikel sebelumnya yaitu: a). “Oleh cepet ning ojo ndisiki”, b). "Ojo agih-agih kepingin nandangi prakaryan kang gede, sebab prakaryan kang gede arang tekane. Sing sering siro sandung sabendinane prakaryan kang cilik. Prakaryan kang gede asale soko cilik. Mulo soko iku kudu sing sabar”. Pada artikel kali ini Penulis mencoba untuk menguraikan makna yang terkandung pada pepatah Jawa lainnya yaitu “Becik ketitik, olo ketoro".
Pepatah ini mengandung makna mendalam tentang keadilan dan konsekuensi dari tindakan manusia. Secara harfiah, pepatah ini berarti bahwa perbuatan baik (becik) akan terlihat (ketitik), sementara perbuatan buruk (olo) juga akan tampak (ketoro) pada akhirnya. Ungkapan ini mengingatkan kita bahwa setiap perbuatan memiliki dampaknya masing-masing, baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita melihat bagaimana pepatah ini terbukti kebenarannya. Misalnya, seseorang yang konsisten berbuat baik, meski tanpa pamrih, pada akhirnya akan dihormati dan dikenang oleh orang-orang di sekitarnya. Sebaliknya, mereka yang kerap berbuat curang atau merugikan orang lain lambat laun akan kehilangan kepercayaan dan dihukum oleh lingkungannya.
Fakta lain yang mendukung pepatah ini adalah bagaimana kejujuran dan kerja keras selalu memberikan hasil yang positif, meskipun terkadang memerlukan waktu yang lama. Contohnya, seorang petani yang menanam dengan penuh dedikasi akan menikmati hasil panennya. Sebaliknya, mereka yang malas atau menggunakan cara-cara instan sering kali menghadapi kegagalan.
Di era modern yang serba cepat ini, sering kali nilai-nilai luhur seperti "becik ketitik, olo ketoro" terabaikan. Ada orang yang tergoda mengambil jalan pintas untuk mencapai kesuksesan, seperti melakukan korupsi, menipu, atau menyebarkan informasi palsu. Namun, sejarah menunjukkan bahwa kebenaran akan selalu terungkap. Kejatuhan tokoh-tokoh besar yang terlibat skandal menjadi bukti nyata bahwa perbuatan buruk tidak akan bisa disembunyikan selamanya.
Di sisi lain, teknologi dan media sosial juga memberikan ruang bagi perbuatan baik untuk bersinar. Banyak orang yang terinspirasi oleh kisah-kisah sederhana namun penuh makna, seperti kebaikan seorang guru di pelosok desa atau perjuangan relawan dalam membantu korban bencana. Fakta ini menunjukkan bahwa kebaikan memiliki daya tarik yang kuat dan mampu menginspirasi orang lain.
Pepatah "becik ketitik, olo ketoro" mengajarkan kita untuk selalu berhati-hati dalam bertindak. Setiap keputusan yang kita ambil, baik besar maupun kecil, akan memiliki konsekuensi. Oleh karena itu, kita perlu berusaha untuk selalu melakukan yang terbaik, tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain.
Selain itu, pepatah ini juga mengingatkan kita bahwa keadilan akan selalu ada, meskipun terkadang membutuhkan waktu. Kita diajak untuk percaya bahwa proses dan usaha yang jujur akan membuahkan hasil yang baik pada waktunya.
"Becik ketitik, olo ketoro" bukan sekadar ungkapan, tetapi merupakan refleksi dari hukum alam dan moralitas yang berlaku dalam kehidupan. Pepatah ini mengajarkan kita untuk selalu menjaga integritas dan percaya bahwa kebaikan akan selalu menang. Sebaliknya, perbuatan buruk hanya akan membawa kehancuran, baik bagi pelaku maupun orang-orang di sekitarnya. Dengan memahami makna ini, kita diajak untuk hidup lebih bijaksana, penuh empati, dan bertanggung jawab.
Akhirnya Penulis mengajak kita semua untuk selalu berbuat baik kepada siapapun, karena sekecil apapun perbuatan baik yang kita lakukan itu pada akhirnya pasti akan terlihat. Kita juga harus berusaha untuk semaksimal mungkin menghindarkan dari dari perbuatan jahat atau terlarang, karena sekecil apapun perbuatan jahat itu pada akhirnya pasti akan terlihat pula.
*) Kasi Kominfo BPIC