Oleh: Djoko Iriandono, S.E., M.A.*)
Besok pagi tanggal 27 November 2024 mulai jam 07.30 waktu setempat, di pelosok penjuru tanah air Indonesia penduduk yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih akan mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) untuk melakukan pencoblosan surat suara sebagai bukti turut serta dalam ajang pesta demokrasi. Seperti pada tahun tahun sebelumnya pada saat sebelum terjadinya pencoblosan biasanya akan beredar isue adanya “Serangan Fajar”. Apa benar serangan fajar itu ada? Dan apa sesungguhnya arti dari serangan fajar itu?
Fenomena "Serangan Fajar" merupakan istilah populer di Indonesia yang merujuk pada praktik politik uang yang dilakukan menjelang hari pemungutan suara dalam Pemilu atau Pilkada. Istilah ini menggambarkan pemberian uang atau barang kepada pemilih dengan harapan memengaruhi pilihan mereka saat di bilik suara. Meski telah dilarang dan dianggap sebagai pelanggaran hukum, praktik ini masih sering terjadi, menciptakan tantangan besar bagi demokrasi Indonesia.
Apa itu "Serangan Fajar"?
"Serangan Fajar" biasanya dilakukan pada malam hingga dini hari menjelang hari pemungutan suara. Calon, tim sukses, atau pihak tertentu memberikan amplop berisi uang atau barang kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, hingga pulsa kepada pemilih. Tujuannya adalah untuk "membeli" suara pemilih demi memenangkan calon tertentu.
Fenomena ini sering kali berlangsung secara diam-diam, sulit dibuktikan secara hukum, dan melibatkan jaringan yang rapi. Selain memberikan uang secara langsung, pelaku "Serangan Fajar" juga kadang memanfaatkan tokoh masyarakat, RT/RW, atau aparat desa untuk mendistribusikan uang kepada warga.
Penyebab dan Faktor Pendukung
Ada beberapa faktor yang mendukung terjadinya "Serangan Fajar" di Indonesia:
- Kemiskinan dan Ketergantungan Ekonomi
Kondisi ekonomi yang sulit membuat banyak pemilih tergoda oleh iming-iming uang atau barang kebutuhan. Uang yang diberikan, meskipun kecil, dianggap sebagai bantuan langsung yang dapat meringankan beban hidup.
- Budaya Patronase
Politik di Indonesia masih didominasi oleh budaya patronase, di mana pemilih cenderung memilih kandidat berdasarkan hubungan personal, kekerabatan, atau imbalan langsung, bukan berdasarkan visi, misi, atau program kerja.
- Lemahnya Pengawasan
Meski Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah berupaya keras untuk memerangi praktik politik uang, pengawasan di lapangan sering kali kurang efektif. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan sumber daya manusia, kurangnya bukti, serta ketakutan masyarakat untuk melaporkan pelanggaran.
- Kurangnya Pendidikan Politik
Rendahnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya suara dalam demokrasi membuat mereka lebih mudah terpengaruh oleh iming-iming uang. Banyak yang beranggapan bahwa menerima uang tidak akan memengaruhi hasil akhir karena pilihan tetap rahasia.
Dampak Negatif "Serangan Fajar"
Fenomena ini membawa sejumlah dampak buruk bagi demokrasi dan pembangunan di Indonesia:
- Merusak Integritas Demokrasi
Pemilu dan Pilkada yang seharusnya menjadi ajang memilih pemimpin berdasarkan kompetensi dan integritas berubah menjadi kompetisi kapital.
- Melahirkan Pemimpin yang Tidak Berkualitas
Kandidat yang mengandalkan "Serangan Fajar" biasanya cenderung mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompoknya setelah terpilih, sehingga mengabaikan kepentingan masyarakat luas.
- Menciptakan Lingkaran Setan Korupsi
Biaya tinggi yang dikeluarkan untuk "Serangan Fajar" sering kali mendorong pejabat terpilih untuk mencari cara mengganti uang tersebut, yang berujung pada praktik korupsi.
Upaya Mengatasi "Serangan Fajar"
Untuk memerangi fenomena ini, dibutuhkan langkah-langkah komprehensif yang melibatkan berbagai pihak:
- Penguatan Pengawasan dan Penegakan Hukum
Bawaslu perlu meningkatkan pengawasan dengan melibatkan masyarakat luas sebagai pengawas partisipatif. Sanksi tegas terhadap pelaku "Serangan Fajar" harus diterapkan untuk memberikan efek jera.
- Pendidikan Politik yang Berkesinambungan
Memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya suara dalam demokrasi dan bahaya politik uang dapat mengurangi ketergantungan terhadap praktik ini.
- Transparansi dan Reformasi Sistem Pemilu
Sistem pemilu yang lebih transparan dan partisipatif dapat membantu mengurangi celah bagi praktik politik uang. Misalnya, dengan meningkatkan digitalisasi pengawasan atau memperketat aturan kampanye.
- Pengentasan Kemiskinan
Pemerintah perlu fokus pada pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga pemilih tidak mudah terpengaruh oleh iming-iming uang.
"Serangan Fajar" adalah tantangan nyata bagi demokrasi di Indonesia. Praktik ini mencerminkan lemahnya kesadaran politik sebagian masyarakat dan keberadaan sistem yang masih memungkinkan terjadinya pelanggaran. Meski upaya memberantas fenomena ini tidak mudah, sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait dapat menjadi kunci untuk menciptakan Pemilu dan Pilkada yang bersih dan berintegritas. Dengan demikian, Indonesia dapat mewujudkan demokrasi yang lebih sehat dan berkualitas.
*) Kasi Kominfo BPIC.